JavaScript is required to view this page. 30 Jaksa Ikut Selidiki Kasus Tertembaknya Brigadir J

30 Jaksa Ikut Selidiki Kasus Tertembaknya Brigadir J





Busyet, Luar Biasa 30 Agen Insan Adhyaksa terdepannya di Kejaksaan Agung turun ikut menyelidiki kasus brigadir J yang mati diduga tertembak di internal kepolisian. Nampaknya sekaligus juga menganalisa jumlah kasus yang mandek lama sampai ke kejaksaan, hingga jaksa tertidur di lapangan. Juga Kantor Kejagung terbakar.

Luar biasa semangatnya bapak Jaksa terdepan ini memasuki lingkungan profesi aparat hukum arogan dengan prinsipnya Aku Akan Tahu, Sebelum Orang Lain Mengetahui, Sukses Jangan Dipuji, Gagal Jangan Dicari., Pak sudah izin anak bini belum?


Izin komandan, Ndan mau nanya nah terkait locus tempus delicti "melukai harkat keluarga". Subyek dan obyek pidana bergerak dinamis di waktu dan tempat berbeda. Di era teknologi modern dan cybercrime.


Menjadi aparat hukum kepolisian seperti jenderal membawahi aparat hukum intern kepolisian termasuk juga para kriminalitas dan menjaga intuisi kepolisian tentunya  tak mudah. Apalagi polisi Intel yang menyamar mendekati mafia sekelas jenderal, idih lingkungan keras benar. Otomatis dirinya berkorban benar bagi negara demi tegaknya intuisi kepolisian, yang tentunya dampak lingkungan kriminalitas dalam aktifitasnya sehari hari bakal masuk ke lingkungan keluarga terutama anak dan istri.


Jenderal seperti mereka beserta ajudannya sejak dilantik memiliki prinsip rela mati demi menjaga negara dan nama baik intuisi lembaga kepolisiannya.

Disini menjadi pertanyaan apakah karena aparat hukum di Pengadilan Negeri Republik Indonesia ini gagal

mempidanai Habib Rizieq Syihab, tapi faktanya sudah menjalani pidana beliau. Bahkan status residivisnya naik menjadi tahanan kota. 


Disini karena mindset polisi seperti Joshua dan Jenderal Fredi Sambo berseberangan dengan prinsip Habib yang ingin merevolusi akhlak negeri ini. Sehingga dari keduanya terjadi gesekan hingga menimbulkan sentimen dan emosi sampai Ulama dan Habib dikriminalisasi.


Apakah faktor lain karena kesulitan mempidanai kasus cybercrime seperti Hoaks, Preaking, Phising, Pencurian dan Pembobolan di jaringan Internet.

Sehingga jajaran Polri dari pada malu instuisi lembaga hukumnya memiliki kekurangan karena minimnya SDM Polri belum mampu menangani perkara mereka di ranah cybercrime sehingga mereka rela mengorbankan jenderal dan ajudannya demi jajaran kepolisian dapat memperbaiki citra kepolisian menjadi lebih baik lagi dan terdepan. Karena sudah menjadi tugas tanggung jawab dan kerjaan jenderal dan ajudannya.


Terkait locus tempus itu bukannya ada istilah 86nya ya seperti tempus artinya tembus peluru menyasar ke ranah keluarga. Dimana kalau locus pada waktu terjadinya perkara, dan tempus setelah kejadian perkara.


Intrumens senjata kepolisian dari dulu pistol dan peluru dipinggang. 

Berujung adanya penembakan hingga pidana pembunuhan.


Skenario dari awal di KM50 penembakan ajudannya Habib Rizieq dirancang oleh Jenderal FS, dan tereplikasi lagi atau terulang kepada ajudannya sendiri di lingkungan Intern kepolisian.


                 PERSAMAAN

TRAGEDI KM 50 & KASUS SAMBO


1. Bohong ada tembak menembak.

2. Ada Penyiksaan terhadap Korban.

3. Korban ditembak jarak dekat

4. Korban dibunuh lalu difitnah.

5. Korban jadi tersangka.

6. Pelaku Tim Polisi.

7. CCTV dirusak Polisi.

8. Barang Bukti dihilangkan.

     (Bahkan KM 50 diratakan)

9. Rekaman HP Warga & Kamera Jurnalis dihapus

10. Otopsi tanpa izin keluarga.

11. Petugas Otopsinya sama.

12. Peti Mati tidak boleh dibuka.

13. Banyak bekas luka di tubuh korban

14. Diduga ada Pencurian Organ.

15. Ada Land Cruiser Hitam.

16. Pelaku Personil Satgassus Polri.

17. Siaran Pers Penuh Kebohongan.

18. Polri melindungi Polisi Pembunuh.

19. BuzzeRp bela Polisi Pembunuh.

20. Kompolnas bela Polisi Pembunuh.

21. Komnas HAM bela Polisi Pembunuh.



Nasrullah

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih sudah memberikan komentar di Blog Ini