JavaScript is required to view this page. Agustus 2010

Wakil Ketua DPR: Asuransi tak layak kelola Jamkesmas



Zul Sikumbang

Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengatakan, diperlukan political will atau kemauan politik dari pemerintah untuk melaksanakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk seluruh rakyat. Ini diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi rakyat untuk berobat ketika terkena penyakit.

"“Persoalan Jamkesmas saat ini adalah persoalan politcal will bukan persoalan UU. Orang sakit tidak berpikir itu. Yang penting masuk Rumah Sakit ditangani, tidak perlu ditanya-tanya tentang DP atau segala macam prosedur, tapi cukup menyerahkan KTP,” kata Taufik dalam diskusi publik di Jakarta , Kamis (26/8).

Oleh karena itu, Taufik mengharapkan agar Kemenkes bekerja keras untuk mengoptimalkan pekerjaan dalam memudahkan pelayanan jamkesmas. Sebaliknya, Kemenkes jangan terlalu sibuk untuk membuat Undang Undang (UU).

“Mau berapa banyak UU kalau memble, percuma. Ke depan, Jamkesmas jangan dikaitkan dengan kepentingan politik. Karena rakyat sakit tidak ditanya dari partai apa. Ke depan perlu kebijakan yang substansi agar standarisasi pelayanan di permudah. Bupati sudah bicara kesehatan gratis, kenapa Kemenkes tidak bisa?” papar dia.

Menurutnya, Jamkesmas merupakan satu-satunya alternatif dari negara untuk melayani rakyatnya. Dengan Jamkesmas tak akan ada lagi pengkotak-kotakan masyarakat. Karena itu, ia juga berharap, Jamkesmas tidak selayaknya dikelola oleh perusahaan asuransi.

Apalagi, kata taufik, selama ini sudah terbukti, peserta asuransi tidak mendapatkan kemudahan dalam akses kesehatan. Mereka tetap dipungut biaya dan tak jarang jumlahnya sangat tinggi. “Askes dan Jamsostek profit oriented-nya terlalu tinggi, saya tahu betul tentang itu,” katanya. (new)
Category: 0 comments

Indonesia Tertinggal dari Negara Tetangga



Dikutip dari Viva News yang menyatakan bahwa negara Indonesia berada di bawah negara-negara tetangga dalam survei "Negara-negara Terbaik di Dunia." Menurut survei majalah mingguan asal AS, Newsweek, Indonesia hanya berada di peringkat 73 dari 100 negara yang diteliti.

Selain itu, Indonesia berada di bawah sejumlah negara tetangga, seperti Singapura (20), Malaysia (37) Thailand (58), dan Filipina (63). Peringkat negara terbaik dalam survei ini dilakukan berdasarkan kondisi ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, dan kualitas hidup.

Dalam survei yang melibatkan 100 negara tersebut, Finlandia berada di peringkat pertama, diikuti oleh Swiss dan Swedia. Menurut laman Newsweek, survei itu melontarkan pertanyaan sederhana tetapi membutuhkan jawaban kompleks pada responden.

Pertanyaannya, bila Anda lahir hari ini, negara mana yang bisa memberikan peluang terbaik bagi Anda untuk hidup secara sehat, aman, sejahtera, dan bergerak bebas?

Untuk survei spesial ini, Newsweek memilih lima kategori kondisi nasional suatu negara, yakni pendidikan, kesehatan, kualitas hidup, persaingan ekonomi, dan lingkungan politik. Kemudian, Newsweek mengumpulkan matrik-matrik dalam kategori-kategori tersebut dari seratus negara
Category: 0 comments

DPR Khawatir Rahasia Negara Bocor Via Singapura



Jakarta, (Analisa)Kalangan anggota DPR RI, terutama dari Komisi I (Bidang Luar Negeri, Pertahanan Keamanan, Intelijen, Komunikasi, dan Informatika), mengkhawatirkan adanya dugaan rahasia negara bocor ke luar via Singapura dan Malaysia.

"Kita memang sudah ketinggalan dalam hal kemajuan dan penguasaan teknologi untuk berbagai aspek, utamanya di sektor teknologi informasi (TI). Kekhawatiran ini terus memuncak, apalagi banyak operator seluler dan internet kita memang dikendalikan dari dua negara itu," ujar anggota Komisi I DPR RI, Paskalis Kossay, menjawab pertanyaan Antara, Sabtu.

Berbicara melalui hubungan telefon dari Jayapura (sedang menjalankan masa reses dengan mengunjungi konstituen di daerah pemilihan, red.), mantan Wakil Ketua DPRD Papua ini juga mengakui, banyak pihak yang sepertinya belum menyadari urgennya menguasai TI, terutama terkait dengan urusan rahasia negara maupun bisnis bernilai miliaran dolar.

"Saya kaget juga dengan info dari sebuah diskusi di Jakarta, bahwa seorang pakar IT yang alumni sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia mengungkapkan bahwa RI benar-benar semakin didikte Singapura dan Malaysia dalam hal telekomunikasi di samping perbankan," ungkapnya. Sebagaimana berkembang dalam diskusi terbatas itu, khusus dalam soal IT, Indonesia hanya jadi ladang

empuk mengais dolar dan ringgit oleh dua negeri jiran tersebut. Ini karena semua operator seluler dan internet berbasis di dua negeri jiran ini. Akibatnya, tiap "voucher" pulsa apa saja, juga setiap kali satu WNI buka internet (browse), langsung kena "charge" yang terhisap otomatis ke sana.

"Artinya, mereka gemuk oleh kebodohan kita. Satu hal lagi, dengan keadaan seperti sekarang, maka informasi apa pun termasuk rahasia negara jadi telanjang di mata negeri 'peanut' Singapura," ujar Benni T.B.N., pakar IT yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.

Singapura Kendalikan Jaringan

Benny kemudian mengungkapkan pula, saat ini nyatanya lalu lintas jaring optik dikendalikan oleh "traffic administrator" di Singapura. "Karenanya semua jaringan internet dan seluler harus ditarik atau 'dipaksa' melewati 'persimpulan utama' di kota itu. Makanya, apalagi 'rahasia negara' yang tak mereka tahu? Sialnya lagi, satelit Indosat (dulu Palapa) jadi mayoritas milik Temasek (sebuah BUMN Singapura)," ungkapnya lagi.

"Akibatnya," lanjut dia, "selain kita jadi seperti 'telanjang' dalam informasi apa pun, juga RI cuma berfungsi sebagai pelanggan seluler." "Posisi ini jauh di bawah fungsi distributor seluler. Jadi, kita cuma 'outlet', tukang jual produk IT mereka. Dan yang jelas, banyak perusahaan 'provider' kita cuma nama 'doang' perusahaannya itu milik RI dengan mayoritas saham dikuasai mereka," ujarnya.

Perlu Tindakan Konkret

Merespons situasi serius ini, Paskalis Kossay mendesak para pihak berkompeten untuk segera melakukan tindakan konkret. "Kita jangan cuma sibuk urus video porno dan konten TI, lalu tidak berjuang agar semua operator berbasis di sini. Mohon ini digumuli dan jadi atensi serius," katanya menegaskan. (Ant)
Category: 0 comments

Tanggung Jawab Pemerintah (Menkominfo, Lembaga Sandi,BIN) dan Keharusan RIM Mendirikan Pusat Data Layanan di Indonesia



Arab Saudi Sangat Kritis Menyikapi Mengenai Kehadiran BlackBerry (Selanjutnya disebut BB-red) dan tetap memproteksi negaranya terhadap akses informasi yang ada . Langkah ini sempat diikuti Negara Negara tetangga Arab untuk memprotes sikap tersebut . Dalam beberapa tayangan media beberapa waktu terakhir Menkominfo RI , Tifatul Sembiring mengeluarkan statemen yang sama sebagai upaya tekanan dari Pemerintah RI terhadap Research In Motion(RIM) Ltd . Produsen BB tersebut harus melihat bagaimana Indonesia sebagai Negara yang menerima dengan tangan terbuka kehadiran BB sebagai tools yang menjadi jembatan bagi adanya inter-koneksi warga yang membutuhkan akses informasi cepat baik kalangan pemerintah , pengusaha , politisi , wiraswasta , dunia pendidikan , dll .

Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 200 juta penduduk ini adalah asset besar bagi produsen yang ingin tetap survive dan tumbuh besar di Asia maupun dunia . Namun apa yang selalu saja terjadi adalah keberhasilan para produsen memperdayai penduduk Indonesia dengan segala macam janji manis dan tampilan tampilan menarik membuat pesonanya meluluhkan warga kita . Sekali lagi Pemerintah sebagai regulator tidak juga berpikir cepat dalam kerangka melakukan proteksi terhadap warganya dari sisi ketersediaan pelayanan informasi dan dan keamanan data yang maksimal .

Ketika Negara Arab hampir mencapai kesepakatan Indonesia baru akan berjuang melakukan hal tersebut dan sampai saat ini masih belum terdengar langkah konkrit selain berupaya persuasive mendekati pihak RIM dan memberikan jawaban atas surat yang dikirim sebagai usaha untuk memberikan layanan yang sama terhadap perlakuan yang diberikan oleh Negara Arab . Wujud dan upaya nyatanya juga belum terlihat dari tanggapan pihak RIM ( Kanada ) terhadap tekanan kecil dari Indonesia .

Dari sisi keamanan data mungkin perlu juga kita pahami , dengan tidak adanya pelayanan data informasi RIM di Indonesia , akses informasi tertutup dan langsung masuk ke akses layanan di Kanada . Sehingga Indonesia tidak memiliki hak untuk membuka data tersebut kecuali adanya persoalan tertentu . Mungkin akan muncul berbagai dugaan bahwa penggunaan BB di tanah air tanpa kehadiran RIM membuat nyaman pihak pihak tertentu dalam melakukan upaya upaya korupsi yang tidak bisa disadap oleh pihak Internal di dalam negeri ( Kepolisian , KPK , Kejaksaan , dll-red). Pun sekaligus informasi informasi penting yang terlibat di dalamnya juga masuk ke langsung ke Perusahaan Kanada tersebut .

Kita harus berteriak atau bahkan bergerak mengenai hal ini , guna melakukan push terhadap Pemerintah dalam hal ini Para Pimpinan Depkominfo , Lembaga Sandi Negara , BIN , Deepartemen HANKAM untuk berjuang maksimal mempertahankan kebebasan dan keamanan data informasi user atau pelanggan tanah air di Indonesia untuk tidak di gunakan oleh pihak pihak tertentu di luar sana , dalam hal ini BB/RIM ltd menggunakan data kita bagi kepentingan tertentu atau kepentingan komersil lainnya dan pihak III yang tidak tahu siapa . Bukan menjadi rahasia umum bila konten konten IT yang menkeeping data pelanggan atau user seperti user ID , Password, email , telephone , alamat dan data profile lainnya bisa ditransaksikan oleh pihak ke III seperti halnya gossip mengenai akun facebook yg kemudian dijual oleh pemiliknya dalam kaitan bisnis ataupun kebutuhan Negara , dll .

Lain waktu pemerintah harus lebih jeli melihat hal hal yang sangat substantive melibatkan kenyamanan Rakyat Indonesia . Ini membuktikan adanya semacam ketakutan di tingkatan pemerintahan dan terkesan ragu bila ingin memperjuangkan sesuatu di Luar Negeri . Entah karena diplomasi yang lemah atau hal lain yang kurang dipahami masyarakat awam . Ditambah jangan sampai ada dugaan negative yang kemudian merebak karena adanya transaksi atau urusan rupiah atau dollar kemudian menjadikan Indonesia tidak gencar memperjuangkan sesuatu yang nyata di bidang telekomunikasi ini .

Dari beberapa kasus seperti penjualan Indosat yang lampau , ini bukan persoalan menjual yang mendapatkan untung atau mendapatkan profit dari sebuah transaksi G to G atau B to B . Tetapi bicara mengenai industry strategis bangsa yakni telekomunikasi dan informasi adalah sesuatu yang vital layaknya tambang emas ataupun tambang emas hitam . Selain menguntungkan dari sisi ekonomi namun IT adalah sesuatu yang layak dipertahankan khususnya oleh masyarakat sebagai mayoritas strata USER / Pengguna Layanan.

Aspek legalitas UU ITE sudah jelas diletakkan pada porsi yang pas dalam hal ini . Kita harus tegas terhadap asing yang ingin bermain secara fair di tanah air . Saya berharap ketegasan ini bukanlah sikap sekedar ikutan mengenai dasar yang kuat dari jumlah penduduk dan kekuatan Sumber Daya Alam dan Sumber Data Informasi . Kalau RIM meolak tunduk di Indonesia sebelum dibesarkan memang tidak ada pilihan layanan BB di Indonesia harus berakhir , tanpa terkecuali . (Sumber LIRA)

Selamatkan Asset Telekomunikasi dan Informasi Indonesia !
Category: 0 comments